Selasa, 08 Desember 2015

SEJARAH DESA TOKAWI

Sejarah Asal-usul Desa Tokawi Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan


Karena tidak ada sebuah prasasti atau bentuk lain yang dapat ditelusuri untuk mengetahui tentang asal-usul desa Tokawi, maka jalan satu-satunya yaitu dengan menelusuri cerita masyarakat secara turun temurun.
Sebelum desa Tokawi terbentuk, wilayah desa Tokawi masuk wilayah kademangan Ngromo. Pada akhir abad ke XVII, ada seorang yang bernama Pawiro yang tidak diketahui asal-usulnya, beliau membuka lahan pemukiman penduduk dan lahan tegal polowijo. Kemudian beliau menetap di tempat tersebut, yang akirnya pada awal abad ke XVIII terbentuk desa Tokawi dan masuk wilayah Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan, dan yang menjadi lurah pertama desa Tokawi adalah bapak Prawiro.
Nama desa Tokawi berasal dari bahasa jawa yaitu Toto atau Tata atau pernatan yang mempunyai arti penataan dan dari kata Kawitan yang berarti awal atau permulaan. Jadi nama Tokawi berarti awal dari sebuah pernataan.
Nama tersebut mengandung pengertian yang sangat luas, tetapi dari nama tersebut tersirat sebuah harapan dari para pendiri desa Tokawi. Dengan berdirinya pemerintahan desa Tokawi merupakan awal pernatan wilayah beserta masyarakat desa untuk menuju masa depan yang lebih baik dan lebih maju.
Pada masa awal berdirinya desa Tokawi, wilayahnya terdiri dari empat dukuh yaitu :
a)      Dukuh Tokawi
Disebut dukuh Tokawi diambil dari nama desa Tokawi yang merupakan wilayah dukuh tempat tinggal lurah pada masa itu.
b)      Dukuh Pager Gunung
Disebut dukuh Pager Gunung dari kata Pager yang berarti batas dan kata Gunung yang berarti bukit, diberi nama demikian karena wilayah tersebut merupakan wilayah perbatasan desa Tokawi.
c)      Dukuh Duwet
Disebut dukuh duwet diambil dari sebuah nama tanaman yaitu Duwet, karena wilayah tersebut ada sebuah pohon Duwet yang sangat besar,  sehingga menjadi nama dukuh tersebut.
d)     Dukuh Joso
Dinamakan Joso diambil dari sebuah tanaman yaitu tanaman Rejoso, yang waktu itu tumbuh di daerah tersebut.
Pada tahun 1825-1830 di pulau Jawa terjadi perang melawan penjajahan Belanda (VOC), yang dipimpin oleh pangeran Diponegoro. Perang tersebut lebih dikenal dengan sebutan perang Diponegoro. Pada masa itu menurut cerita masyarakat yang turun temurun, prajurit pangeran Diponegoro melarikan diri sampai wilayah desa Tokawi bagian barat. Dan salah satu prajurit yang menetap dan wafat di daerah Sompok desa Tokawi yaitu mbah Gemblang yang makamnya hingga saat ini masih dirawat dengan baik oleh warga.
Prawiro menjabat sebagai kepala desa Tokawi sampai pada tahun 1840, setelah beliau wafat diteruskan oleh Donoredjo. Beliau tinggal di dukuh Pager Gunung tepatnya di wilayah Drono dan menjabat sebagai lurah Tokawi kurang lebih selama 35 tahun, dan setelah itu dilanjutkan oleh Redjo Tirto.
Redjo Tirto bertempat tinggal di wilayah Pager Gunung dan menjabat selama kurang lebih 1 tahun, dan digantikan oleh Damis Martodjojo yang juga dari wilayah Pager Gunung. Pada masa kepemimpinan beliau ada beberapa kebijakan yang dibuat salah satunya merubah nama padukuhan di desa Tokawi yaitu :
1)      Dukuh Pager Gunung menjadi dukuh Krajan, karena merupakan wilayah tempat tinggal lurah, dan merupakan pusat dari pemerintahan waktu itu.
2)      Dukuh Tokawi menjadi Dukuh Mbanaran
Nama ini diambil dari bahasa jawa Kabeneran. Yang mengandung arti bahwa dukuh yang kebeneran merupakan asal-usul desa Tokawi.
3)      Dukuh Duwet tetap sebagai dukuh Duwet.
4)      Dukuh Djoso berubah menjadi dukuh Badut yang berasal dari bahasa jawa Bandot berarti kuwat.
Damis Martodjojo menjabat lura selama kurang lebih 32 tahun. Lurah desa Tokawi berikutnya adalah Djaimun Pawiroredjo, yang tinggal diwilayah Drono dukuh Krajan. Pada masa itu pula terjadi perluasan dukuh atau pemekaran dukuh menjadi lima dusun yaitu dusun Krajan, dusun Banaran, dusun Duwet, dusun Badut dan dusun Jelok. Nama Jelok diambil dari nama lingkungan tersebut yaitu jelok dari bahasa jawa yang berarti julek atau rendah, karena wilayah tersebut lebih rendah dibanding wilayah yang lain.

Djaimun Pawiroredjo menjabat sebagai lurah selama 37 tahun dan diteruskan oleh Daman Hardjo Pawiro dan menjabat selama kurang lebih 447 tahun mulai tahun 1944-1991.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar