Selasa, 08 Desember 2015

LETAK GEOGRAFIS DESA TOKAWI

  1. Letak Geografis Desa Tokawi
Desa Tokawi merupakan wilayah perbatasan antara provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah yang tepatnya berada di wilayah Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan, dengan luas wilayah mencapai 1601,82 ha/m2 yang terdiri atas wilayah pemukiman warga, perkebunan, persawahan, dan lainya. Seluruh wilayah desa Tokawi merupakan dataran tinggi dengan ketinggian 800 m di atas permukaan laut.
Desa Tokawi sendiri diapit dengan empat perbatasan desa yaitu di sebelah timur berbatasan dengan desa Jetis, sebelah barat berbatasan dengan desa Hargo Sari Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri, sebelah utara berbatasan dengan desa Penggung Nawangan, pada bagian selatan berbatasan dengan wilayah desa Karang Gede Kecamatan Arjosari Pacitan.
Penduduk desa Tokawi berjumlah sekitar 6.595 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.093 kepala keluarga terhitung pada tahun 2013. Jumlah tersebut tersebar pada lima dusun yaitu dusun Krajan, dusun Mbanaran, dusun Nduwet, dusun Njelok dan dusun Djoso Kidul. Penduduk desa Tokawi mayoritas berprofesi sebagai petani dan buruh tani, hanya beberapa persen yang berprofesi sebagai pedagang atau pengusaha dan sedikit sekali yang berprofesi sebagai pegawi negeri sipil. Kondisi tanah di desa Tokawi yang subur sanagat menguntungkan bagi pertanian dimana komoditas pertanian di desa tokawi diantaranya ialah padi, jagung, ketela, cengkeh, tanaman buah-buahan seperti jeruk, durian dan lain sebagainya, sedangkan untuk saat ini yang paling digemari masyarakat desa tokawi kususnya para petani adalah Janggelan di mana tanaman ini tidak memerlukan perawatan yang ekstra dan tidak memerlukan banyak biaya dalam proses penanamanya namun menghasilkan keuntungan yang sangat memuaskan.
Dalam bidang peternakan penduduk desa Tokawi mengutamakan ternak sapi dan juga kambing, selain itu juga ayam kampung dan sebagian masyarakat ada yang berkeramba ikan nila. Sedangkan dalam hal tingkat pendidikan penduduk desa Tokawi sebagian besar lulusan SD, SMP dan sebagian kecil SMA sederajat, sedangkan yang setingkat perguruan tinggi masih sangat minim jumlahnya. Sedangkan agama yang dianut penduduk Tokawi seluruhnya beragama Islam dan hanya satu orang yang beragama Budha.

SEJARAH DESA TOKAWI

Sejarah Asal-usul Desa Tokawi Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan


Karena tidak ada sebuah prasasti atau bentuk lain yang dapat ditelusuri untuk mengetahui tentang asal-usul desa Tokawi, maka jalan satu-satunya yaitu dengan menelusuri cerita masyarakat secara turun temurun.
Sebelum desa Tokawi terbentuk, wilayah desa Tokawi masuk wilayah kademangan Ngromo. Pada akhir abad ke XVII, ada seorang yang bernama Pawiro yang tidak diketahui asal-usulnya, beliau membuka lahan pemukiman penduduk dan lahan tegal polowijo. Kemudian beliau menetap di tempat tersebut, yang akirnya pada awal abad ke XVIII terbentuk desa Tokawi dan masuk wilayah Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan, dan yang menjadi lurah pertama desa Tokawi adalah bapak Prawiro.
Nama desa Tokawi berasal dari bahasa jawa yaitu Toto atau Tata atau pernatan yang mempunyai arti penataan dan dari kata Kawitan yang berarti awal atau permulaan. Jadi nama Tokawi berarti awal dari sebuah pernataan.
Nama tersebut mengandung pengertian yang sangat luas, tetapi dari nama tersebut tersirat sebuah harapan dari para pendiri desa Tokawi. Dengan berdirinya pemerintahan desa Tokawi merupakan awal pernatan wilayah beserta masyarakat desa untuk menuju masa depan yang lebih baik dan lebih maju.
Pada masa awal berdirinya desa Tokawi, wilayahnya terdiri dari empat dukuh yaitu :
a)      Dukuh Tokawi
Disebut dukuh Tokawi diambil dari nama desa Tokawi yang merupakan wilayah dukuh tempat tinggal lurah pada masa itu.
b)      Dukuh Pager Gunung
Disebut dukuh Pager Gunung dari kata Pager yang berarti batas dan kata Gunung yang berarti bukit, diberi nama demikian karena wilayah tersebut merupakan wilayah perbatasan desa Tokawi.
c)      Dukuh Duwet
Disebut dukuh duwet diambil dari sebuah nama tanaman yaitu Duwet, karena wilayah tersebut ada sebuah pohon Duwet yang sangat besar,  sehingga menjadi nama dukuh tersebut.
d)     Dukuh Joso
Dinamakan Joso diambil dari sebuah tanaman yaitu tanaman Rejoso, yang waktu itu tumbuh di daerah tersebut.
Pada tahun 1825-1830 di pulau Jawa terjadi perang melawan penjajahan Belanda (VOC), yang dipimpin oleh pangeran Diponegoro. Perang tersebut lebih dikenal dengan sebutan perang Diponegoro. Pada masa itu menurut cerita masyarakat yang turun temurun, prajurit pangeran Diponegoro melarikan diri sampai wilayah desa Tokawi bagian barat. Dan salah satu prajurit yang menetap dan wafat di daerah Sompok desa Tokawi yaitu mbah Gemblang yang makamnya hingga saat ini masih dirawat dengan baik oleh warga.
Prawiro menjabat sebagai kepala desa Tokawi sampai pada tahun 1840, setelah beliau wafat diteruskan oleh Donoredjo. Beliau tinggal di dukuh Pager Gunung tepatnya di wilayah Drono dan menjabat sebagai lurah Tokawi kurang lebih selama 35 tahun, dan setelah itu dilanjutkan oleh Redjo Tirto.
Redjo Tirto bertempat tinggal di wilayah Pager Gunung dan menjabat selama kurang lebih 1 tahun, dan digantikan oleh Damis Martodjojo yang juga dari wilayah Pager Gunung. Pada masa kepemimpinan beliau ada beberapa kebijakan yang dibuat salah satunya merubah nama padukuhan di desa Tokawi yaitu :
1)      Dukuh Pager Gunung menjadi dukuh Krajan, karena merupakan wilayah tempat tinggal lurah, dan merupakan pusat dari pemerintahan waktu itu.
2)      Dukuh Tokawi menjadi Dukuh Mbanaran
Nama ini diambil dari bahasa jawa Kabeneran. Yang mengandung arti bahwa dukuh yang kebeneran merupakan asal-usul desa Tokawi.
3)      Dukuh Duwet tetap sebagai dukuh Duwet.
4)      Dukuh Djoso berubah menjadi dukuh Badut yang berasal dari bahasa jawa Bandot berarti kuwat.
Damis Martodjojo menjabat lura selama kurang lebih 32 tahun. Lurah desa Tokawi berikutnya adalah Djaimun Pawiroredjo, yang tinggal diwilayah Drono dukuh Krajan. Pada masa itu pula terjadi perluasan dukuh atau pemekaran dukuh menjadi lima dusun yaitu dusun Krajan, dusun Banaran, dusun Duwet, dusun Badut dan dusun Jelok. Nama Jelok diambil dari nama lingkungan tersebut yaitu jelok dari bahasa jawa yang berarti julek atau rendah, karena wilayah tersebut lebih rendah dibanding wilayah yang lain.

Djaimun Pawiroredjo menjabat sebagai lurah selama 37 tahun dan diteruskan oleh Daman Hardjo Pawiro dan menjabat selama kurang lebih 447 tahun mulai tahun 1944-1991.